by

Hikmah dan Iktibar dalam Musibah Covid-19

Penulis :

H. Chandra Satria SE.MSi.

Ketua Sekolah Tinggi dan Ekonomi Bisnis Syariah IGM

Email:  Chandras@stebisigm.ac.id

Mengawali tulisan ini, penulis membuat catatan dari mengutip beberapa hal terkait musibah covid 19 yang disampaikan oleh Prof Dr. dr. Yuwono  Bio. Med Ketua Satgas Bencana Corona Sumsel dan sekaligus Direktur  Utama sebuah RS BUMN  berlokasi di Kota Palembang, dalam acara kuliah subuh di Masjid Agung Palembang, 22 maret 2020 beberapa waktu lalu. Yaitu

Al Qur’an berfirman dalam Surat Al-Hadid ayat 22-23  artinya: 

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”

Musibah dalam bahasa tafsir adalah yang mengenai kita atau yang  kita dapatkan  adalah musibah,  istilah baik atau  tidak baik itu adalah persepsi manusia yang melihatnya tapi dalam sudut pandang Allah SWT, sesungguhnya semua baik.

Dari kurang lebih 33 macam jenis virus corona yang kondisi sekarang mewabah di masyarakat adalah corona virus disease 2019 (covid 19).

Kunci menghadapi segala sesuatu adalah Takwa.

Jaga kesehatan dengan menjaga kondisi imun di dalam tubuh bisa bekerja dengan maksimal, karena imun atau antibodi dalam tubuh ini merupakan pengawal atau pasukan yang disiapkan Allah SWT untuk menjaga virus jahat atau sejenis yang masuk dan mencoba merusak tubuh.

Tanda-tanda kiamat dengan munculnya yakjuj  dan ma’jud  dan melakukan kerusakan dimuka bumi dan hanya bisa membinasakan meraka adalah wabah yang sekaligus serentak hanya membunuh dan membasmi mereka secara keseluruhan.

Perbedaan sudut pandang bagi Orang beriman selalu menyakini bahwa segala  musibah adalah dari Allah SWT dan sabar untuk menjalani dan mencarikan solusinya, sedangkan orang kafir  mendapati  wabah ini dengan perdebatan.

Obat atau vaksin untuk menghadapi penyakit yang berasal dari virus jahat atau covid 19 sampai dengan saat ini belum ditemukan, Beberapa cara menhadapi wabah covid 19 ini, sesuai dengan ajaran Rosul SAW adalah sebagai berikut:

Jaga kebersihan sesuai dengan tuntunan agama bahwa kebersihan adalah sebagian dari Iman. Kebersihan dimaksud secara singkat maksudnya adalah zohir maupun bathin, Jaga jarak atau jaga diri untuk tidak  bercampur atau berkunjung dengan daerah atau tempat yang sudah terkena, Jaga imunitas atau daya tahan tubuh. Menahan diri untuk tidak berpergian keluar jika tidak benar-benar diperlukan.

Dari beberapa hal diatas penulis menyimpulkan bahwa dampak atas musibah mewabahnya penyakit covid 19  di kalangan masyarakat ini bisa  menyebar kesiapapun dan tentu tidak terlepas  atas izin dan kehendak Allah SWT.  Manusia diwajibkan untuk selalu berhusnuzhon dan selalu berusaha mengambil hikmah dan mencari solusi atas musibah yang terjadi. 

Beberapa hal yang bisa kita renungkan atas musibah atau kondisi mewabah covid 19 yang sekarang ini sedang menyebar adalah sebagai berikut:

Orang yang merenungi sunnatullah tentu akan mengetahui bahwa musibah merupakan salah satu sunah (ketetapan) Allah yang bersifat kauniyyah qadariyyah (qadar Allah terhadap alam semesta). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 155)

Sungguh keliru orang yang beranggapan, bahwa hamba Allah yang paling shaleh adalah orang yang paling jauh dari musibah, bahkan musibah merupakan tanda keimanan. Di dalam hadis disebutkan: Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi, kemudian yang setelahnya dan setelahnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar keimanannya. Siapa yang imannya tinggi, maka ujiannya pun berat, dan siapa yang imannya rendah maka ujiannya disesuaikan dengan kadar imannya. Ujian ini akan tetap menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di bumi tanpa membawa dosa.” (HR. Tirmidzi).

Di samping itu, musibah adalah salah satu tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa yang ridha, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya dan barang siapa yang kesal terhadapnya, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Tirmidzi menghasankannya)

Demikian juga cobaan merupakan salah satu tanda diberikan oleh Allah kebaikan kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 ÃƒÂ¢Ã¢â€šÂ¬Ã…“Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah akan mempercepat hukuman di dunia. Dan apabila Allah menginginkan keburukan bagi hamba-Nya maka ditahan hukuman itu karena dosa-dosanya sehingga ia mendapatkan balasannya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)

Dan sebagai penebus dosanya, meskipun bentuknya kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 ÃƒÂ¢Ã¢â€šÂ¬Ã…“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya, meskipun hanya terkena duri.” (HR. Bukhari)

Sebaliknya, jika seseorang diberikan dunia ini namun tetap bergelimang di atas kemaksiatan, maka ketahuilah bahwa yang demikian merupakan istidraj (penangguhan azdab dari Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: اِ“Apabila kamu melihat Allah memberikan kenikmatan dunia yang disenangi kepada seorang hamba padahal ia berada di atas maksiat, maka sebenarnya hal itu adalah istidraj”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  membacakan ayat:
”Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS.Al An’aam: 44). (HR. Ahmad dengan isnad yang jayyid, Shahihul Jami’ no. 561).

Seorang muslim yang tertimpa musibah, jika ia seorang yang shaleh, maka kesabaranya itu  akan menghapuskan kesalahan-kesalahan yang lalu dan mengangkat derajatnya. Namun jika ia seorang pelaku maksiat, maka musibah itu akan menghapuskan dosa-dosanya dan sebagai peringatan terhadap bahaya dosa-dosa itu jika ia sabar dan bertaubat atas kondisi yang didapat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada Allah).” (QS. Al A’raaf: 168).

Yakni agar kembali beribadah kepada Allah, mengingat-Nya dan bersyukur terhadap nikmat-Nya.

Ibnul Qayyim berkata, “Kalau tidak karena cobaan dan musibah dunia, niscaya manusia terkena penyakit kesombongan, ujub (bangga diri), dan kerasnya hati. Padahal sifat-sifat ini merupakan kehancuran baginya di dunia maupun akhirat. Di antara rahmat Allah, kadang-kadang manusia tertimpa musibah yang menjadi pelindung baginya dari penyakit-penyakit hati dan menjaga kebersihan ibadahnya. Maha Suci Allah yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ÃƒÂ¢Ã¢â€šÂ¬Ã…“Musibah yang diterima karena Allah semata, lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuat lupa mengingat-Nya.”

Demikian semoga kita bisa mengambil iktibar dari kondisi sekarang dan kembali meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menyakini dengan seyakin-yakin nya bahwa tidaklah segala sesuatu terjadi jika tanpa izin dan ketentuan Allah SWT

Wallahu a’lam bis-shawab

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed