by

Perkembangan dan Pembiayaan Pemerintah Pusat dan Kota Palembang

PALEMBANG — Potensi pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam penguatan ekonomi suatu negara sangat penting, karena sejarah bangsa Indonesia sendiri telah mencatat dan membuktikan kekuatan UKM dalam menghadapi krisis ekonomi yang terjadi seperti pada tahun 1998.

Pemerintah Republik Indonesia sendiri menyadari peran besar dari UKM terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja yang bisa mencapai 97% dari seluruh tenaga kerja nasional dan kontribusi terhadap perputaran produk domestik bruto di kisaran 57% (dinyatakan dalam sambutan buku profil bisnis usaha mikro, kecil dan menengah oleh Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Bapak Hartadi A. Sarwono tahun 2015).

Meski demikian, persoalan klasik seputar pembiayaan dan pengembangan usaha masih tetap saja melekat pada UKM sendiri. Tahun 2014 tercatat 56,4 juta UKM yang ada di Indonesia, baru 30% yang mampu mengakses pembiayaan baik melalui bank ataupun non bank, guna mengembangkan unit usaha yang ada.

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA/berita/ekonomi/keuangan/pr2h13370, merilis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 mencapai 5,07 persen.
Angka ini lebih tinggi dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (year on year/ yoy), yakni 5,06 persen. Tapi, dibandingkan kuartal keempat 2018 (quarter to quarter/ q to q), angkanya menurun dari 5,18 persen. Faktor Konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi pada kuartal pertama di antara faktor-faktor penunjang lainnya, yakni hingga 2,75 persen.

Sementara itu, faktor terbesar berikutnya adalah pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) dengan nilai 1,65 persen dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang berkontribusi 0,30 persen. Konsumsi rumah tangga ini berkaitan dengan adanya peningkatan atas penjualan eceran yang tumbuh 8,10%, menguat dibanding kuartal I/2018 ytumbuh 0,70% sekarang.

Penguatan ini antara lain terjadi pada peningkatan penjualan makanan dan minuman, perlengkapan rumah tangga, dan barang lainnya yang berkaitan erat dengan kebutuhan hidup mendasar yang diperlukan masyarakat. Semua kebutuhan ini sudah ada dan menjadi kegiatan pokok ekonomi dalam usaha masyarakat yang dapat kita sebut dengan usaha mikro kecil dan menengah (UKM).

Kepala OJK Kantor Regional 7 Sumbagsel Panca Hadi Suryatno, penyaluran kredit akan menjadi solusi bagi pengembangan usaha kecil, padahal kuota penyaluran kredit masih sangat besar. Beberapa permasalahan penyaluran kredit (pembiayaan) kepada UKM diantaranya tidak memiliki kemampuan pencatatan keuangan yang baik, selain itu tidak memiliki kemasan (branding) produk yang baik serta belum mampu memperluas area pemasaran (https://www.gatra.com/detail/news/444390/ekonomi/ini-penyebab-UKM-di-sumsel-tidak-bankable, tanggal 14 september 2019).

Berdasarkan datanya, penyaluran kredit perbankan sampai dengan Juni lalu tumbuh 4,98% (yoy) dari Rp80,67 triliun di semester I (2018) menjadi Rp84,64 triliun semester I (2019). Sedangkan penghimpunan dana pihak ketiga tumbuh 11,66% dari Rp.76,20 triliun (S-I 2018) menjadi Rp85,09 triliun (S-I 2019).

Saat ini, alokasi pembiayaan diberikan kepada UKM sudah 31,53% dari total Rp26,69 triliun. Angka ini baru tumbuh 3,13% dari posisi yang sama tahun sebelumnya Rp25,88 triliun. Kinerja kredit/pembiayaan UKM sedikit menurun sehingga rasio NPL 5,58%,” terangnya.

Kondisi tersebut menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan pada Semester I 99,47%. Melihat kondisi seperti ini dan uraian yang telah disampaikan diatas bahwa dapat ditarik kesimpulan bahwa permodalan untuk meningkatkan UKM merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakan oleh pelaku UKM, di sisi lain untuk mendapatkan pembiayaan bank baik dari lembaga keuangan syariah ataupun koperasi syariah dibutuhkan administrasi yang harus disiapkan oleh pelaku usaha.

Kondisi seperti ini perlu diatasi dengan solusi sosialisasi tidak hanya terkait masalah pengelolaan UKM tapi juga harus sudah terbiasa dengan penyiapan administrasi melalui pendampingan suatu organisasi atau lembaga yang bisa menjembati masalah dasar terkait legalitas, kemampun sdm UKM untuk berinteraksi dengan lembaga keuangan syariah ataupun koperasi syariah.

Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM) terbukti merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UKM pada tahun 2019 sebanyak 59,2 juta unit (CNN Indonesia/Safir Makki), dengan terbagi sebagai berikut 58.553.525 unit Usaha Mikro, 602.195 unit Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah, Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,24 persen.

Namun demikian perkembangan UKM umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UKM mengakses sumber permodalan.

Dalam tingkat kabupaten kota, khususnya kota palembang Jumlah pasar di bawah pengelolaan pemerintah daerah sampai akhir tahun 2019 terakhir berjumlah 19 pasar tradisional dan 25 pasar swasta (Direktur PD Pasar Kota Palembang) terdiri dari kurang lebih 12 ribu pedagang dengan jumlah 10 ribu lebih petak atau kios yang digunakan sebagai tempat berjualan. Kepala dinas koperasi dan UKM kota Palembang Ibu Ana Heryana, sepanjang tahun 2019 menyatakan bahwa ada 37000 UKM tercatat oleh Dinas Koperasi dan UKM Palembang.

Target binaan sepanjang tahun 2019 sebanyak 4000 pelaku Usaha mikro kecil dan menengah kota Palembang namun, tidak lebih dari 50% yang bisa langsung dibina (Info https://sumsel.idntimes.com/news/sumsel tanggal 11 oktober 2019) dan sisa target binaan sekitar 2000 UKM lebih belum sama sekali tersentuh.

Salah satu bentuk binaan terhadap pengembangan UKM kota Palembang ini adalah dengan penyaluran dana pinjaman modal usaha tanpa agunan sebesar Rp. 3.000.000,-. Kemudahan perizinan,serta kurangnya pemanfaatan teknologi informasi dalam usaha yang dijalankan.

Melihat kondisi masyarakat yang ada sebagai mayoritas muslim, sistem pembiayaan ekonomi Islam akan menjadi solusi yang dapat membantu dan menjawab keluhan masyarakat guna menciptakan kesejahteraan kehidupan ekonomi dan sosial khusus untuk pengembangan UKM ke depan.

Dalam konteks ini pemikiran ekonomi Islam menawarkan beberapa konsep yang menempatkan sistem pembiayaan yang berkeadilan termasuk keadilam ekonomi masyarakat guna mewujudkan kemaslahatan Umat yang berasal dari hasil UKM kedepan. Kelompok UKM Kota Palembang dihadapkan pada rendahnya akses terhadap sumber-sumber pembiayaan yang potensial terbukti dengan target rencana pembinaan UKM tahun 2019 sebanyak 4000 UKM dengan program salah satunya penawaran pinjamaan tanpa agunan jumlah keterlibatan UKM terhadap program ini tidak sampai 50%.

Di sisi lain Kota Palembang mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari kegiatan ekonomi yang ada, tingkat kesejahteraan rakyatnya pun nampak mulai terlihat jika dinilai dari kepadatan yang ada. Pertumbuhan lembaga keuangan pun tampak jelas berkembang, fenomena ini menjadikan keberadaan lembaga keuangan berupa Koperasi pun yang telah lama menjadi sahabat masyarakat pun juga semakin banyak.

Telah muncul dan terdata sebanyak 689 koperasi yang ada di Dinas koperasi kota palembang dan dari jumlah yang ada tersebut terdapat didalamnya hanya 8 koperasi berbasis syariah, (http://nik.depkop.go.id/).

Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan syariah non bank terhadap UKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, tapi secara prinsip kebutuhan akan modal untuk operasional maupun pengembangan UKM kedepan masih sangat dibutuhkan oleh pelaku UKM sendiri. Di sisi lain perbaikan terhadap manajemen pengelolaan UKM dan legalitas usaha pengajuan pembiayaan itu sendiri harus dilakukan. (*)

Penulis
H. Chandra Satria SE.M.Si
Ketua STEBIS IGM Palembang
Email: chandras@stebisigm.ac.id

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed